Diam-Diam, 5 Negara Ini Punya Niat untuk Menginvasi... -->

Iklan Semua Halaman

Diam-Diam, 5 Negara Ini Punya Niat untuk Menginvasi...

Monday, September 11, 2017
USS Carl Vinson lengkap dengan alutsistanya (Jo Jung-ho/Yonhap via AP)

Lalulintaskriminalitas.com, Jakarta - Setiap negara di dunia harus mampu bersiap dari segala macam masalah, termasuk peperangan dan invasi militer. Karena, jika sewaktu-waktu kedua hal itu terjadi, sebuah negara harus mampu mengalokasikan segala sumber daya yang dimiliki demi kepentingan perang.

Apalagi, dalam konteks tertentu, perang pada peradaban manusia modern dapat terjadi di negara yang dekat dan saling berbagi perbatasan. Tengok misalnya Korea Selatan dan Korea Utara yang pernah terlibat dalam Perang Korea, yang hingga kini masih mengalami tensi tegang.

Peperangan dapat pula ditandai dengan invasi sebuah negara ke negara lain yang letaknya berjauhan. Seperti invasiKekaisaran Jepang ke Asia-Pasifik pada Perang Dunia II atau pendudukan militer Amerika Serikat ke Irak pada 2003.

Menilik sejumlah peristiwa bersejarah itu, rasanya masuk akal jika dulu dan kini, setiap negara di dunia memiliki rencana rahasia untuk menginvasi atau mengantisipasi invasi negara lain. Akan tetapi, seperti pada sejumlah kasus, beberapa rahasia itu bocor ke publik.

Berikut, 5 rencana rahasia yang bocor dari pemerintah suatu negara demi menginvasi atau mengantisipasi invasi dari negara lain, seperti yang Liputan6.com rangkum dari Listverse.com, Selasa (9/5/2017).


1. War Plan White, AS Menyerang Warganya Sendiri

Pesawat bomber AS B-1B (Twitter/Pacific Air Forces)
Pada awal abad ke-20, Amerika Serikat diduga memiliki rencana menginvasi setiap negara yang ada di Bumi. Termasuk di antaranya, Negeri Paman Sam sendiri.

Rencana itu bernama War Plan White, yang berisi skema untuk menangani 'gangguan ketertiban umum di dalam negeri' atau dengan kata lain, memerangi warga sipil yang ada di AS.

Pembentukan rencana itu diawali ketika serikat buruh tengah memperjuangkan hak-hak mendasar mereka sebagai tenaga kerja pada 1950-1960an. Washington justru khawatir dengan hal tersebut, cemas akan potensi komunisme yang mungkin akan muncul dari gerakan serikat buruh.

Dalam ideologi Marxisme-Komunisme, buruh merupakan kelompok vital yang memicu terjadinya revolusi komunis.

Ditambah lagi, gerakan itu muncul ketika Perang Dingin antara AS dan Uni Soviet yang berideologi komunisme tengah terjadi.

Maka, dibentuklah War Plan White, sebuah skema yang ditujukan untuk 'menekan segala potesi munculnya gerakan radikal kiri', dan melibatkan militer sebagai eksekutor.

Berdasarkan skema, Korps Zeni Konstruksi Militer AS ditugaskan untuk mengambil alih seluruh fasilitas publik. Angkatan Laut diberi mandat untuk menjaga seluruh aset militer.

Sedangkan Angkatan Darat ditugaskan untuk melakukan intervensi terhadap publik yang melakukan gangguan ketertiban umum.

Bahkan, pemerintah juga menyiapkan 'polisi rahasia' yang ditugaskan untuk memata-matai warga negara AS. Washington bahkan juga merencanakan kebijakan legalitas mengenai menembak warga sipil AS.

Seiring waktu, rencana itu disesuaikan dengan jenis gerakan sosial masyarakat yang muncul dari masa ke masa, termasuk di antaranya adalah gerakan hak sipil Afrika-Amerika.


2. Rencana Israel Menginvasi Iran

Pada 11 Juni 1967, koalisi Arab terpaksa harus mengakui kemenangan Israel dengan dicaploknya sejumlah wilayah oleh negara itu.
Dalam rentang tahun 2010 sampai 2012, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan Menteri Pertahanan Israel Ehud Barak bertemu setidaknya dalam tiga kesempatan terpisah untuk membahas rencana Israel untuk menginvasi Iran.

Rencana itu diprediksi akan berhasil rampung, jika saja Gabi Ashkenazi, Kepala Pasukan Pertahanan Israel, tidak menghentikan rencana yang dilakukan oleh Netanyahu dan Barak.

Kegagalan itu berawal ketika tiga rekaman percakapan antara Netanyahu dan Barak yang membahas rencana Israel untuk menginvasi Iran, bocor ke internet.

Rencana itu hampir rampung pada 2010. Langkah terakhir yang dilakukan oleh Netanyahu dan Barak agar rencana itu disetujui adalah dengan memperoleh restu dari jajaran kementerian Israel.

Akan tetapi, salah satu pejabat, Gabi Ashkenazi, berhasil membujuk jajaran menteri lain agar rencana itu tidak disahkan. Melalui sebuah pidato menggugah tentang potensi korban jiwa yang melayang dari invasi Israel ke Iran, sang Kepala Pasukan Pertahanan berhasil mempengaruhi jajaran menteri untuk menggagalkan rencana tersebut.

Gagalnya rencana itu sama sekali tidak menghentikan langkah Netanyahu dan Barak untuk kembali merumuskan rencana serupa pada 2012. Dan kali itu, mereka berhasil mendapatkan dukungan dari militer Amerika Serikat.

Bahkan menurut laporan, kedua negara sempat menjalankan latihan militer gabungan bersama, sebelum akhirnya rencana itu kembali batal terlaksana.


3. Rencana Turki Menginvasi Suriah

Anggota pasukan Presiden Suriah Bashar al-Assad, mengibarkan bendera Suriah di antara puing bangunan yang hancur karena gempuran senjata selama perang saudara berlangsung, di kompleks Masjid Umayyad, Aleppo, 13 Desember 2016. (REUTERS/Omar Sanadiki)

Turki dan Suriah telah memiliki rencana untuk saling menginvasi satu sama lain sejak beberapa dekade terakhir. Bahkan menurut laporan, rencana itu terus mengalami pembaharuan dan tetap berstatus rahasia dari tahun ke tahun.

Akan tetapi, skema itu berhasil terkuak pada 2014, ketikan salah satu rencana Turki untuk menginvasi Suriah bocor ke situs daring berbagi video.

Video tersebut menjelaskan rencana invasi Turki ke Suriah, yang didukung bukti rekaman pembicaraan sejumlah pejabat Ankara terkait skema tersebut.

Dalam rekaman itu, para pejabat setingkat menteri Turki mengawali pembicaraan mengenai potensi serangan bom teroris di Makam Suleyman Shah, pendiri Kekaisaran Ottoman.

Akan tetapi, bukannya cemas, para menteri tersebut justru melihat potensi serangan teroris itu dapat menjadi alasan bagi Turki untuk menyerang Suriah.

"Serangan itu dapat dijadikan alasan untuk menggagas perang terbuka dengan Suriah," jelas salah seorang menteri pada rekaman tersebut.

Kepala Intelijen Turki, Hakan Fidan melanjutkan, "Jika teroris tidak melakukannya, kita bisa mengirim aktor untuk menginisiasi serangan palsu. Legitimasi bukan masalah, karena dapat difabrikasi."

4. Swiss Berhenti Menjadi Netral

Unit 'pemburu tank' Nazi-Jerman di Afrika Utara, 1942 (Wikimedia Commons)
Swiss terkenal akan Pegunungan Alpen, produksi jam memiliki presisi tinggi, serta kebiasaan warganya yang tepat waktu. Dan, ada satu hal lagi yang terkenal dari negara dengan Ibu Kota de facto Bern itu, yakni sikapnya yang netral pada hampir setiap konflik bersenjata.

Akan tetapi, Swiss pernah mempertimbangkan untuk tidak bersikap netral pada Perang Dunia II, tepatnya sekitar periode 1940-an.

Kala itu, pemerintah Swiss khawatir, Nazi Jerman --yang keduanya saling berbagi perbatasan-- akan menyerang negara mereka. Menghadapi hal itu, Swiss pun mulai bersiap.

Swiss menarik seluruh pasukan dari perbatasan dan merelokasi mereka ke Pegunungan Alpen. Di sana, para tentara diminta untuk menyiapkan benteng dan bunker untuk menghadapi peperangan di pegunungan.

Di pegunungan tertinggi se-Eropa itu, para tentara Swiss juga diperintahkan melakukan latihan peperangan, meniru taktik yang terjadi pada perang di negara tetangga.

Ternyata, kecemasan Swiss tak sekedar paranoid semata. Beberapa waktu kemudian, terkuak rencana Nazi Jerman, bernama Operation Tannenbaum, untuk menginvasi tetangganya. Meski begitu, pada akhirnya rencana invasi itu tak terlaksana.

5. Rencana Nazi Jerman Menginvasi Jepang

Tentara Jepang pada Perang Dunia II (Wikimedia Commons)
Pada Perang Dunia II, Nazi Jerman meyakini, koalisi mereka dengan Kekaisaran Jepang pada Perang Dunia II akan berlangsung lama. Adolf Hitler juga percaya keduanya akan terus dalam terikat dalam kerja sama yang erat.

Akan tetapi, di masa jayanya, ketika Nazi Jerman sangat meyakini akan benar-benar menaklukkan Eropa --termasuk Uni Soviet--, Sang Fuhrer mulai mempertimbangkan untuk melakukan invasi ke Jepang.

"Cepat atau lambat, akan ada pertempuran dengan ras kulit putih (Nazi Jerman) dengan ras kulit kuning (Jepang)," kata Hitler kepada para staf militernya.

Hitler khawatir serta memprediksi, Kekaisaran yang tengah melakukan perang di Pasifik itu akan tumbuh menjadi poros kekuatan Asia serta mampu mengancam stabilitas Nazi Jerman di Eropa.

Tak hanya itu, ambisi Sang Fuhrer terhadap kemurnian ras Arya turut mendorong rencananya untuk menaklukan Jepang.

Pemimpin Partai Nazi, Heinrich Himmler diberi tugas oleh Hitler untuk menyiapkan Angkatan Bersenjatai Nazi Jerman untuk bertempur melawan Negeri Sakura. Namun pada akhirnya, kegagalan menaklukan Uni Soviet, diikuti invasi Amerika Serikat serta Sekutu ke Nazi Jerman, secara otomatis menggagalkan rencana Hitler untuk menginvasi Jepang.

Sumber : Liputan6.com