LalulintasKriminalitas.com, JAKARTA. - Gubernur DKI Jakarta nonaktif Basuki Tjahaja Purnama mengungkapkan perubahan Undang-Undang No 29 tentang Pemerintah Provinsi Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta sudah pernah diajukan semenjak zaman Sutiyoso. Sehingga bukan hal yang baru untuk kembali dibahas.
Basuki atau akrab disapa Ahok ini mengatakan, mengenai tidak adanya anggaran yang masuk dari pusat sebenarnya hal yang wajar. Sebab, dia menilai, sebaiknya anggaran tersebut diberikan ke daerah lain yang lebih membutuhkan.
"Iya, mending uangnya buat daerah lain saja yang lebih butuh," katanya di kawasan Cibubur, Ciracas, Jakarta Timur, Senin (16/1).
Mantan Bupati Belitung Timur ini menambahkan, seharusnya yang menjadi prioritas dalam perubahan tersebut bukan permasalahan kekuasaan, tetapi tanggung jawab. Sehingga pembahasan transportasi dan normalisasi sungai berada di Pemprov DKI.
"Kan sudah undang-undang khusus DKI sudah ada pernah diajukan Bang Yos lagi waktu itu zaman megapolitan. Saya bilang enggak bener, harusnya bukan kekuasaan tetapi tanggung jawab. Tanggung jawabnya boleh sampai ke atas untuk sungai, transport," terangnya.
Ahok mengingatkan, koordinasi antara Pemprov DKI Jakarta dengan pemerintah pusat terjalin dengan baik. Terbukti dengan adanya kerja sama dengan Badan Pertanahan Negara (BPN) untuk urusan lahan di ibu kota.
"Saya sudah MoU dengan BPN supaya peta tanahnya sama dengan kami jalan, jembatan tumpang tindih kita sudah sama PU kasih kepada kami semua kan bisa dikomunikasikan kan cuma kesan seolah-olah saya sama pusat enggak baik dapat uang dari pusat enggak masalah," tutupnya.
Selain itu, Ahok mengaku pasrah akan adanya persepsi buruk tertanam di masyarakat. Dia menilai akan percuma mengubah persepsi yang sudah terpatri dengan cara apapun.
"Kita enggak bisa apa-apain, orang sudah persepsi saya begitu mau ngapain," ujar Ahok.
Sebelumnya, Pelaksana tugas (Plt) Gubernur DKI Jakarta, Sumarsono mendorong Pemprov DKI melakukan revisi UU No 29 tentang Pemerintah Provinsi Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta agar bersifat lex spesialis atau khusus. Penyebabnya, ibu kota negara tidak mendapatkan dana khusus dari pemerintah pusat seperti yang diberikan pada Provinsi khusus lainnya yakni Aceh, Yogyakarta dan Papua.
"Sayangnya, di Jakarta ini kita tidak bisa mendefinisikan kekhususan Jakarta sebagai ibu kota sehingga bisa mendapatkan pembiayaan dari pusat," kata Sumarsono, di atas kereta wisata rute Yogyakarta-Jakarta, Minggu (15/1).
Plt Gubernur yang juga Dirjen Otda Kemendagri ini berjanji akan membantu DKI merevisi dan mendapatkan kejelasan terkait UU No 29 tahun 2007. "Kewenangan apa yang dimiliki DKI dalam melaksanakan otonomi? Belum jelas. Ini akan kami perjelas. DKI pasti akan dibantu Dirjen Otda terkait revisi UU itu," tegasnya.
Meski APBD DKI selalu besar, Sumarsono mengatakan bahwa seluruh program pemerintah daerah tidak harus selalu mengandalkan APBD. Pemerintah pusat tetap harus berkontribusi. Apalagi status Jakarta sebagai Ibu Kota negara. Dia menduga, tak ada dana khusus untuk DKI karena kesan Jakarta bisa mandiri tanpa bantuan pemerintah pusat.
"Ada kesan tidak perlu dibantu pemerintah pusat. Bisa mandiri. Citranya 'saya tidak butuh orang lain'. Padahal itu salah. Makanya pandangan tersebut perlu kita koreksi," ungkapnya.
Tak hanya itu, pria yang juga menjabat sebagai Dirjen Otda ini menyebutkan bahwa selama ini DKI tidak memiliki kewenangan spesifik pemerintahan yang otonominya di provinsi. Padahal, banyak sekali proyek pemerintah pusat yang berlokasi di DKI. Di sisi lain justru ada beberapa kasus di mana Pemerintah Pusat overlap dan mencampuri urusan DKI. ( mdoG)
Sumber : Merdeka.com