Wakil bupati Bengkalis. |
Lalulintaskriminalitas.com, Pekanbaru - Wakil Bupati Bengkalis, Muhammad, memenuhi panggilan penyidik Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Riau, Senin (3/9). Muhammad dipanggil sebagai saksi perkara dugaan korupsi pengadaan pipa transmisi PDAM di Tembilahan, Kabupaten Indragiri Hilir, Riau.
Muhammad datang ke Ditreskrimsus Polda Riau sekitar pukul 10.00 WIB. Dia langsung menuju ruang penyidik untuk dimintai keterangannya. Pemeriksaan berlangsung hingga pukul sore hari.
Setelah selesai diperiksa, Muhammad bergegas keluar dari ruang penyidikan. Mengenakan kemeja biru muda lengan panjang, dia bergegas menuju mobil mewah jenis Toyota Forturner warna hitam H 8328 ZZ yang telah menunggunya di pintu masuk Ditreskrimsus Polda Riau.
Pria berkacamata itu, enggan berkomentar tentang pemanggilan dirinya. Dia terus bungkam. Bahkan dua pria yang mengawal mantan Kepala Dinas Pekerjaan Umum Pemprov Riau itu, meminta kepada wartawan agar tidak bertanya dulu. "Nanti saja," pintanya.
Muhammad langsung masuk ke dalam mobil. Saat akan menutup pintu mobil dan ditanya terkait kasus korupsi yang diduga melibatkannya, dia menyampaikan ucapan terima kasih. "Terima kasih ya," kata dia.
Terkait pemeriksaan itu, Kabid Humas Polda Riau, Kombes Sunarto, yang coba dikonfirmasi membenarkan. "Yang bersangkutan diperiksa sebagai saksi pipa transmisi di Inhil," kata Narto.
Dugaan korupsi ini berawal dari laporan sebuah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Proyek milik Bidang Cipta Karya Dinas PU Provinsi Riau tahun 2013 ini, menghabiskan dana sebesar Rp3.415.618.000. Proyek ini ditengarai tidak sesuai spesifikasi.
Dalam laporan LSM itu, Muhammad, yang saat kasus itu terjadi menjabat sebagai Kabid Cipta Karya Dinas PU Riau tahun 2013, diduga tidak melaksanakan kewajibannya selaku Kuasa Pengguna Anggaran proyek pipa tersebut.
Selain itu, LSM itu juga menyebut nama Sabar Stavanus P Simalonga selaku Direktur PT Panatori Raja, dan Edi Mufti BE selaku PPK, sebagai orang yang bertanggung jawab dalam dugaan korupsi ini.
Dalam kontrak pada rencana anggaran belanja tertera pekerjaan galian tanah untuk menanam pipa HD PE DLN 500 MM PN 10 dengan volume sepanjang 1.362,00. Ini berarti galian tanah sedalam 1,36 meter dan ditahan dengan skor pipa kayu bakar sebagai cerucuk. Galian seharusnya sepanjang dua kilometer.
Pada lokasi pekerjaan pemasangan pipa, tidak ditemukan galian sama sekali, bahkan pipa dipasang di atas tanah. Selain itu, pada item pekerjaan timbunan bekas galian, juga dipastikan tidak ada pekerjaan timbunan kembali, karena galian tidak pernah ada.
Pekerjaan tersebut dimulai 20 Juni 2013 sampai dengan 16 November 2013, sementara pada akhir Januari 2014 pekerjaan belum selesai. Seharusnya, kontraktor pelaksana PT Panotari Raja diberlakukan denda keterlambatan, pemutusan kontrak, dan pencairan jaminan pelaksanaan. [lia]
Namun anehnya, pihak Dinas PU Riau tidak melakukan denda, tidak memutus kontrak, dan tidak mencairkan jaminan pelaksanaan. Tragisnya lagi, Dinas PU Riau diduga merekayasa serah terima pertama pekerjaan atau Provisional Hand Over sebagaimana tertuang dalam Berita Acara Serah Terima Pertama Pekerjaan/PHO Nomor: 0/BA.ST-I/FSK.PIPA.TBH.XII/2013 tanggal 13 Desember 2013.
Akibat dari tidak dilakukannya pekerjaan galian tanah, tidak dilakukannya penimbunan kembali galian tanah atau pekerjaan tidak dilaksanakan namun pekerjaan tetap dibayar, negara diduga telah dirugikan Rp700 juta. Denda keterlambatan 5 persen dari nilai proyek sama dengan Rp170.780.900, dan jaminan pelaksanaan 5 persen dari nilai proyek juga Rp170.780.900. Sehingga diperkirakan total potensi kerugian negara Rp1.041.561.800.
Dalan perkara ini, penyidik sudah menetapkan lima orang tersangka. Dua di antaranya adalah Stavanus P Simalonga selaku Direktur PT Panatori Raja, dan Edi Mufti BE selaku PPK.
Penyidik juga sudah mengirim tiga Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) tanpa nama tersangka ke Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau. Dua SPDP diyakini milik kontraktor berinisial HA dan konsultan pengawas berinisial Sy.
Sumber : Merdeka.com